بسم الله الرحمن الرحيم
MELURUSKAN KRITIKAN YANG BENGKOK
Ustadz Umar Baladraf حفظه الله berkata:
JANGAN TERTIPU DENGAN BABA
Abu Lu’luah -Pembunuh Umar- digelari sebagai
بابا شجاع الدين
(Bapaknya Sang Pemberani di dlm agama)
padahal sejatinya dia بابا جبان الدين
(Bapaknya pengecut)
Faidah-faidah yang dapat dipetik dari tulisan beliau حفظه الله adalah sebagai berikut:
- Mengetahui hakikat Abu Lu’luah Al-Majusi, yaitu dia adalah seorang majusi dan pembunuh al-khalifah ar-rasyid Umar bin Al-Khaththab رضي الله عنه
- Membencinya (Abu Lu’luah Al-Majusi) karena Allah; karena cinta dan benci karena Allah merupakan sekuat-kuat tali keimanan, dan dengannya seseorang akan merasakan manisnya iman, sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
“أوْثَقُ عُرَى الإيمانِ المُوَالاةُ في اللهِ، والمُعادَاةُ في اللهِ، والحُبُّ في اللهِ، والبغضُ في اللهِ.”
“Sekuat-kuat tali keimanan adalah loyalitas, bermusuhan, cinta, dan benci karena Allah.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani رحمه الله dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 998).
Dan sebagaimana sabda beliau صلى الله عليه وسلم :
“ثَلَاثٌ مَن كُنَّ فيه وجَدَ حَلَاوَةَ الإيمَانِ: أنْ يَكونَ اللَّهُ ورَسولُهُ أحَبَّ إلَيْهِ ممَّا سِوَاهُمَا، وأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لا يُحِبُّهُ إلَّا لِلَّهِ، وأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في الكُفْرِ كما يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ.”
“3 perangai yang jika terdapat dalam diri seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain Allah dan Rasul-Nya, mencintai seseorang karena Allah, dan dia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci dilemparkan ke neraka.” (Muttafaqun ‘alaih)
- Mengetahui salah satu sikap di antara sikap-sikap ahlussunnah kepada ahlul ahwa’ wal bida’, yaitu menghinakan ahlul ahwa’ wal bida’ sebagaimana yang dijelaskan oleh Fadhilah Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili حفظه الله dalam kitab beliau Mauqif Ahlissunnah Wal Jama’ah Min Ahlil Ahwa’ Wal Bida’. Oleh karena itu, tidak boleh memuliakan mereka sebagaimana perkataan Abu Ishaq Al-Hamdani رحمه الله :
“مَنْ وَقَّرَ صَاحِبَ بِدْعَةٍ فَقَدْ أَعَانَ عَلَى هَدْمِ الْإِسْلَامِ.”
“Barangsiapa yang memuliakan ahli bid’ah maka sungguh dia telah membantu menghancurkan Islam.” (Asy-Syariah 5/2544 oleh Imam Al-Ajurri رحمه الله)
- Tidak tertipu dengan laqob (gelar / julukan), nama, dan lafadz; karena barometernya adalah dengan hakikat dan makna bukan dengan perbedaan lafadz (gelar, dan nama) sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz رحمه الله dalam Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah 3/139.
(Faidah yang saya simpulkan telah dimuraja’ah oleh Syaikh ‘Abdul Malik Ar-Ramadhani جزاه الله خيرا كثيرا وحفظه ورعاه)
Faidah tersebut adalah sebuah bantahan terhadap kritikan salah seorang oknum هداه الله ووفقه لكل خير terhadap tulisan ustadz Umar Baladraf حفظه الله. Sang oknum berkata:
“JANGAN TERTIPU DENGAN B***
Abu Lu’luah pembunuh Umar digelari sebagai B* (bapaknya) sang pemberani dalam agama. Padahal sejatinya dia B* (bapaknya) pengecut dalam agama.
Demikian tulisan yang diduga ditulis oleh Umar Baladraf dalam statusnya. Jika benar demikian, apa maksud dia menulis itu? Dia menulis dalam keadaan sadar ataukah tidak. Apakah dalam rangka memberi faidah ilmiyah ataukah dalam rangka tahdzir ilmiyah.
Jika dalam rangka memberi faidah ilmiyah dengan tulisan tersebut, maka faidah apa yang kita dapatkan ? Apakah keimanan dan aqidah seorang bertambah dengan tulisan ini ? Apakah seorang menjadi semangat beramal karena tulisan itu ?
Jika tidak dalam rangka memberi faidah ilmiyah, maka kemungkinan dia sedang memberi tahdzir ilmiyah. Tahdzir kepada siapakah itu ? Apakah tahdzir kepada gurunya yang sudah sepuh dan kebetulan sering dipanggil B*** ? Karena pada status sebelumnya juga disebut dia sempat menuliskan “orang tua yang kekanakan”.
Jika memang ini berupa tahdzir kepada gurunya tsb, jadi inikah tahdzir “ilmiyah” yang selama ini dia dengung-dengungkan ? Jika tulisan seperti itu dikatakan ilmiyah, maka ini menunjukkan memang dia tidak mengikuti tahdzir ala Ulama, namun mengikuti tahdzir ala ngelamak dengan modal asbun saja.”
Subhanallah, mengapa sang oknum lancang mengkritik seseorang tanpa ilmu dan bermodalkan asbun saja (kritikan seperti ini adalah kritikan ala ngelamak bukan ala ulama) dengan mengatakan “maka faidah apa yang kita dapatkan ? Apakah keimanan dan aqidah seorang bertambah dengan tulisan ini ? Apakah seorang menjadi semangat beramal karena tulisan itu ?” ???!!!
Tidakkah dia mengetahui bahwasannya berbicara tentang agama tanpa ilmu merupakan salah satu dosa besar dan penyimpangan dalam masalah tauhid sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Aziz Ar-Rayyis dalam kitab beliau Mukhalafat Fii At-Tauhid; Allah Ta’ala berfirman:
{ قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّیَ ٱلۡفَوَ ٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡیَ بِغَیۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ یُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَـٰنࣰا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ }
Katakanlah (wahai Nabi Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan keterangan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu berkata-kata atas nama Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raf: 33).
JAWABAN ATAS KRITIKANNYA
Sang oknum وفقه الله لكل خير berkata:
“maka faidah apa yang kita dapatkan ?”
Jawaban:
Tentu, terdapat faidah-faidah yang kita dapatkan sebagaimana yang sudah saya jelaskan.
Sang oknum berkata:
“Apakah keimanan dan aqidah seorang bertambah dengan tulisan ini ?”
Jawaban:
Tentu, keimanan seseorang yang memahami faidahnya insyaa Allah akan bertambah; karena belajar ilmu agama merupakan salah satu sebab bertambahnya keimanan, dan bahkan di antara faidah-faidah tersebut terdapat faidah aqidah yaitu cinta dan benci karena Allah.
Sang oknum berkata:
“Apakah seorang menjadi semangat beramal karena tulisan itu ?”
Jawaban:
Tentu, orang yang memahami faidahnya dengan baik dan dia diberi taufiq oleh Allah Ta’ala maka dia akan semangat beramal karena tulisan itu yaitu dengan membenci Abu Lu’luah Al-Majusi karena Allah Ta’ala.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufiq untuk ilmu yang bermanfaat dan beramal shalih, dan semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari berbicara tentang Allah tanpa ilmu.
Ditulis oleh Ali Dahdah pada 26 Rabi’ Ats-Tsani 1444 H / 20 November 2022